Kemenangan Besar – Ketika anak-anak di Barat mengharapkan ponsel baru, uang, dan mainan baru. Tidak begitu dengan anak-anak di Palestina. Bukan mainan baru, bukan sepeda baru, namun lebih sederhana, yakni ayam goreng, keinginan bertemu dengan Ibu mereka yang sudah ada di surga. Itulah buah dari pendidikan Allah Swt. di negeri Palestina, di mana anak-anak dapat menghargai “nilai” kehidupan lebih daripada barang atau materi.
Seorang kreator asal Palestina, @haneen.maher.salem membuat video yang membandingkan mimpi atau keinginan anak-anak di Barat dan Palestina. Anak-anak yang satu merupakan anak-anak yang belum pernah melihat peperangan, sedang yang satu adalah anak-anak yang sampai hari ini masih terancam oleh bom dan peluru. Dalam video tersebut, anak-anak yang belum pernah melihat peperangan menyebutkan ragam barang atau harta yang menjadi keinginannya, seperti trampolin, iPhone, uang sejumlah 1.000 dollar, dan menjadi orang kaya.
Dalam penggalan berikutnya, giliran anak-anak Palestina yang mengungkapkan keinginan atau mimpinya. Yang pertama, seorang anak perempuan yang memimpikan bisa makan ayam dan kehidupan normal sehingga dia bisa belajar dan berkumpul dengan teman-teman mereka. Yang berikutnya, mimpinya lebih menarik lagi, yakni ingin mentimun. Anak perempuan berikutnya menginginkan jalan-jalan yang kembali bersih dari reruntuhan gedung. Yang berikutnya, menginginkan bisa bertemu lagi dengan kedua orang tuanya yang notabene sudah syahid. Yang berikutnya, memimpikan bisa tidur nyenyak tanpa rasa cemas dan rasa takut.
Melihat keinginan mereka, nampak begitu sederhana. Namun, dari sana, justru kita bisa memperoleh pelajaran yang amat berharga, yakni soal cara pandang dan “nilai kehidupan”. Anak-anak yang menginginkan harta-benda, sebenarnya wajar, namun bisa jadi mereka tak memahami “untuk apa harta-benda yang mereka inginkan itu”. Sementara, anak-anak di Palestina, merasakan bagaimana pahitnya kehilangan sehingga mereka memberikan nilai yang tinggi pada hal-hal yang di mata kita atau anak-anak barat itu lebih sederhana.
Sedangkan untuk kita yang mungkin jauh dari perang, keinginan mereka adalah cermin agar kita tak terbuai oleh dunia dan banyak bersyukur dengan apa yang ada di tangan. Sejatinya, rezeki adalah apa yang ada di sekitar kita, masuk ke dalam perut kita, dan apa yang kita pakai saat ini. Harta benda yang dipasarkan begitu gencarnya, bisa jadi sebenarnya tak kita butuhkan, melainkan hanya menghidupkan angan-angan kita.
Panjang angan-angan merupakan salah satu perkara yang dapat membuat hidup sengsara. Ia merupakan perkara yang muncul dari nafsu tanpa keyakinan kuat dapat memilikinya dan tidak ada kuasa atau kendali mewujudkan keinginan tersebut. Sedangkan, apa yang ada di tangan kita merupakan perkara yang jelas-jelas sudah milik kita. Memelihara angan-angan dapat membuat kita susah menikmati apa yang ada di tangan. Padahal, apa yang diangankan belum tentu akan kita miliki. Ibarat kata, sedang makan tempe, tapi kebayang-bayang sate, berkuranglah kenikmatan tempe yang ada di tangan.
Ketahuilah, angan-angan itu datangnya dari setan. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam Qur’an, surat An-Nisa ayat 120,
يَعِدُهُمْ وَيُمَنِّيْهِمْۗ وَمَا يَعِدُهُمُ الشَّيْطٰنُ اِلَّا غُرُوْرًا
(Setan itu) memberikan janji-janji kepada mereka dan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka, padahal setan itu hanya menjanjikan tipuan belaka kepada mereka.
Setan menginginkan kita jauh dari Allah Swt. dengan menghembuskan angan-angan kosong. Angan-angan kosong dapat membuat orang terbuai. Karena terbuai, seseorang jadi terbebani oleh angan-angannya sendiri dan pada akhirnya dapat mengahantarkannya pada keputusasaan. Hal itu bisa terjadi lantaran kapasitas dirinya tak mampu mengantarkannya dan mampu memikul apa yang diinginkannya.
Menggali Nilai, Memperbesar Kepasitas
Sejatinya, apa yang Allah Swt. berikan pada kita, satu sisi adalah karunia, di sisi lain merupakan ujian. Di dalam Qur’an, kita dapat menemukan dalam beberapa ayat, bahwa harta dan anak-anak adalah cobaan, bukan karunia. Salah satunya dalam Qur’an, surat Al-Anfal ayat 28. Allah Swt. berfirman,
وَٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّمَآ أَمْوَٰلُكُمْ وَأَوْلَٰدُكُمْ فِتْنَةٌ وَأَنَّ ٱللَّهَ عِندَهُۥٓ أَجْرٌ عَظِيمٌ
Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.
Maka, para ulama menghimbau kita agar menyederhanakan keinginan. Namun, bukan berarti mengecilkan cita-cita. Hanya, kita harus tahu nilai di balik apa yang kita inginkan tersebut. Itu artinya, kita harus memiliki tujuan yang jelas. Dengan memiliki tujuan yang jelas, maka mobil akan terlihat nilainya, bukan sekadar untuk terlihat. Jika tujuan kita adalah ke gunung, maka kita akan menganalisa, mobil apa yang cocok untuk digunakan ke gunung. Meski “kuda jingkrak merah” itu mewah, namun takkan memenuhi kebutuhan perjalanan ke gunung. Bisa jadi, mobil “badak” mini lebih memadai.
Di sini, kita memahami, bukan soal keinginan memperoleh harta dan benda yang salah, namun bagaimana nilainya bagi kehidupan kita. Bagaimanapun juga, setiap apa yang Allah Swt. berikan pada kita akan dimintai pertanggungjawabannya di yaumil mizan nanti. Yang menarik pada keinginan anak-anak Palestina pada video itu bukan hanya soal kesederhanaannya, melainkan nilai di balik keinginan mereka. Berkat kehilangan yang mereka alami, hal-hal yang mereka sebutkan itu menjadi hal-hal yang benar-benar mereka butuhkan, bukan angan-angan kosong.
Sejatinya, kita tak perlu kehilangan dulu untuk memahami, namun kita dapat menambang hikmah dari pengorbanan saudara-saudara kita di Palestina. Mulai dengan menghargai setiap apa yang kita miliki, apa yang kita makan, apa yang kita pakai, dan kebersamaan kita bersama orang yang kita cintai. Sembari kita, memupuk visi dunia akhirat kita yang disertai dengan kerja keras berbalut kesabaran dan dibentengi ketaatan pada Allah Swt.
Dengan begitu, kita akan melihat, bahwa setiap koin harta dan benda yang Allah Swt. titipkan pada kita adalah sarana pendukung. Gilapnya benda itu bukan karena dimiliki, melainkan karena manfaat keberadaaannya bagi kehidupan pribadi, orang-orang di sekitar kita, maupun untuk masyarakat seluruhnya. Makin banyak manfaat yang bisa kita berikan pada sesama, semakin bernilai harta dan benda yang kita miliki. Semakin banyak harta yang bermanfaat, maka semakin banyak bekal yang bisa kita bawa untuk berpulang pada Allah Swt. Dalam Qur’an, surat Al-Qashash ayat 77, Allah Swt. berfirman,
وَٱبْتَغِ فِيمَآ ءَاتَىٰكَ ٱللَّهُ ٱلدَّارَ ٱلْءَاخِرَةَ ۖ وَلَا تَنسَ نَصِيبَكَ مِنَ ٱلدُّنْيَا ۖ وَأَحْسِن كَمَآ أَحْسَنَ ٱللَّهُ إِلَيْكَ ۖ وَلَا تَبْغِ ٱلْفَسَادَ فِى ٱلْأَرْضِ ۖ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلْمُفْسِدِينَ
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.
Tentu saja, selain soal “nilai”, dari anak-anak Palestina tersebut, kita juga dapat menemukan adab interaksi mereka pada Allah Swt. Nampak sekali bahwa mereka malu mengangankan materi yang akan mereka tinggalkan, sementara Allah Swt. sudah menawarkan kenikmatan surga nan kekal abadi di hadapan mereka.
Dari anak-anak di Palestina kita belajar agar kita menyederhanakan keinginan sehingga hidup kita lebih tenang, jauh dari angan-angan kosong. Dengan begitu, kita dapat menggali nilai di balik apa yang kita inginkan, bukan sekadar untuk dimiliki, melainkan untuk kita manfaatkan dan kita bagikan.