Kemenangan Besar – Meski bisa keluar dari “neraka dunia”, warga Gaza malah kembali ke dalamnya. Presiden Amerika Serikat terpilih, Donald Trump bahkan akan membantu warga Gaza untuk pindah ke Yordania, Mesir, bahkan ke negara kita Indonesia. Namun, warga Gaza malah berbondong-bondong kembali ke kampung halamannya di Gaza Utara meski bangunan rumahnya sudah hancur. Warga Gaza emang “cari mati”.
Setelah 15 bulan genosida yang dilakukan oleh penjajah Israel, ratusan ribu warga Palestina, yang sebelumnya mengungsi, mulai kembali ke wilayah utara Jalur Gaza. Hal itu mereka lakukan menyusul kesepakatan gencatan senjata yang dicapai pada 19 Januari 2025. Meskipun mereka dihadapkan pada kehancuran infrastruktur yang masif dan kekurangan kebutuhan dasar.
Menurut laporan dari CNN, lebih dari 300.000 warga Palestina telah kembali ke Gaza utara sejak Israel membuka kembali koridor Netzarim pada 27 Januari 2025. Namun, mereka menemukan sebagian besar bangunan hancur akibat serangan udara dan darat selama bombardir yang penjajah Israel lakukan. Karena itu, banyak dari warga Gaza yang mendirikan tenda di dekat reruntuhan rumah mereka, meskipun menghadapi kondisi hidup yang sangat sulit.
Sesampainya mereka di Gaza Utara, sebagaimana dilaporkan oleh ABC News, bahwa analisis visual dari citra satelit dan video menunjukkan ribuan orang telah kembali dan mendirikan tenda di Gaza utara. Namun, mereka menghadapi tantangan besar, termasuk kurangnya air bersih, makanan, dan fasilitas sanitasi.
Sebagai gambaran, sebagaimana dilaporkan oleh Anadolu Ajansi, banyak pengungsi yang kembali harus berjalan lebih dari 10 kilometer untuk mendapatkan air bersih. Mereka juga kekurangan tenda dan tempat berlindung yang memadai, memaksa beberapa keluarga untuk tinggal di dekat reruntuhan rumah mereka tanpa akses ke kebutuhan dasar.
Yang perlu kita sadari, meski saat ini gencatan senjata masih berlangsung, namun itu hanya sementara. Meski sementara dan kita yakin bahwa warga Gaza tahu tentang itu, mengapa mereka memilih tetap kembali ke kampung halamannya? Secara terang-terangan, dibantu Amerika Serikat, penjajah Israel takkan menghentikan genosida yang mereka lakukan. Bahkan, terang-terangan, Donald Trump akan mengambil alih Gaza.

Sebagaimana dilaporkan oleh Middle East Eye, Donald Trump menyatakan untuk “membeli”, memiliki, dan “mendadaninya”, serta membuka peluang bagi negara-negara Arab untuk turut serta memiliki lahan porperti di sana. Di sini kita dapat melihat dengan nyata, mental-mental penjajah. Mereka menutup mata pada kehadiran warga sipil yang memiliki hak sebenarnya untuk semua tanah yang ada di Gaza. Itu juga berarti, rencana genosida pada penduduk Gaza akan terus berlanjut.
Meski begitu, warga Gaza tetap memilih kembali sana. Bukankah itu sama saja warga Gaza sedang mensetorkan dirinya untuk dibunuh oleh penjajah Israel dan pemerintah Amerika Serikat?
Tentu kita tidak dapat menemukan jawabannya dalam hitung-hitungan manusia. Sumber daya perlawanan yang saudara kita mampu lakukan, jauh dari memadai jika mengandalkan senjata militer. Meski begitu, mereka tetap optimis dan optimisme itu bukan tanpa alasan rasional. Bukankah tak mungkin gencatan senjata dapat dilakukan jika para pejuang kemerdekaan Palestina tak memiliki daya tawar pada penjajah Israel?
Inilah salah satu bukti, harapan untuk menang itu tetep ada walau pasti akan menumpahkan darah lebih banyak lagi. Namun, bagi orang yang beriman, mati di jalan juang juga merupakan cita-cita mereka.
Emang Cari Mati!
Ketika para tentara Israel justru berusaha mati-matian untuk tidak mati, orang-orang Gaza justru cari mati! Sebagaimana kita pernah bahas sebelumnya, para tentara Israel amat takut mati; mereka tak mau kembali ke Gaza lantaran kengerian yang mereka temukan di sana; serangan kejutan dan ancaman kematian. Dalam psikologi, gejala tersebut dapat masuk kategori “thanatophobia” alias ketakutan yang amat sangat terhadap kematiannya sendiri. Stres dan kecemasan berat ini, menurut American Psychiatric Association termasuk gangguan kejiwaan yang dapat mengganggu pengidapnya.
Di sisi lain, saudara kita, warga Palestina justru memiliki harapan di balik kematian. Meski sedih karena kehilangan atau khawatir terkena bom satu waktu, dapat terimbangi dengan harapan tersebut. Harapan yang dimaksud ialah mati syahid. Sebagaimana kita tahu, dalam Qur’an, surat Ali Imran ayat 169-171, Allah Swt. berfirman,
قال الله تعالى: وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ (169) فَرِحِينَ بِمَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَيَسْتَبْشِرُونَ بِالَّذِينَ لَمْ يَلْحَقُوا بِهِمْ مِنْ خَلْفِهِمْ أَلَّا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ (170) يَسْتَبْشِرُونَ بِنِعْمَةٍ مِنَ اللَّهِ وَفَضْلٍ وَأَنَّ اللَّهَ لَا يُضِيعُ أَجْرَ الْمُؤْمِنِينَ
“Jangan sekali-kali kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati. Sebenarnya, mereka itu hidup dan dianugerahi rezeki di sisi Tuhannya. Mereka bergembira dengan karunia yang Allah anugerahkan kepadanya dan bergirang hati atas (keadaan) orang-orang yang berada di belakang yang belum menyusul mereka, yaitu bahwa tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati. Mereka bergirang hati dengan nikmat dan karunia dari Allah dan bahwa sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang mukmin ”

Pada dasarnya, secara hakikat, semua orang termasuk para penjajah Israel, kita yakin tahu kalau kematian itu tak dapat dihindari. Hanya, warga Gaza yang beriman pada takdir Allah Swt. termasuk di dalamnya kematian dapat menerima, bahwa kematian ialah perkara yang tak bisa mereka elakkan. Tinggal, “dengan cara apa matinya?” Warga Gaza, kita semua tahu, merupakan pribadi-pribadi yang tumbuh dengan siraman Rabbani, dengan kalam ilahi, Al-Qur’anul Kariim, dibakar dengan ujian paling berat, dan ditempa dengan sujud kepada-Nya. Hasilnya, mereka benar-benar beriman pada janji Allah Swt. dan iman merupakan sarana untuk bisa menghirup harapan tanpa batas, termasuk jika pun kematian yang harus mereka hadapi.
Kita mungkin tahu keutamaan mati syahid dan mungkin ada niat walau tipis ingin mati dalam keadaan syahid. Namun, orang-orang Palestina dan Syam pada umumnya berbeda. Iman mereka pada janji Allah Swt. soal mati syahid seolah mereka dapat melihatnya, seyakin kita kalau matahari akan terbit dari ufuk timur di setiap pagi. Iman itu tercermin dari kembalinya mereka ke Gaza padahal tahu sudah pasti ada kemungkinan kemungkinan dibombardir. Inilah bentuk kejujuran hati mereka yang ingin mati syahid. Mengenai hal ini, Allah Swt. berfirman dalam Qur’an, surat Al-Ahzab ayat 23,
مِّنَ ٱلْمُؤْمِنِينَ رِجَالٌ صَدَقُوا۟ مَا عَٰهَدُوا۟ ٱللَّهَ عَلَيْهِ ۖ فَمِنْهُم مَّن قَضَىٰ نَحْبَهُۥ وَمِنْهُم مَّن يَنتَظِرُ ۖ وَمَا بَدَّلُوا۟ تَبْدِيلًا
Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka tidak merubah (janjinya),
Saudara kita yakin dengan janji Allah Swt. soal mati syahid dan mereka “menunggu-nunggu dan mereka tidak mengubah janjinya”. Pantaslah, jika mereka Allah Swt. karunai mati syahid karena mereka jujur dengan keinginannya.Artinya, bago orang Palestina, mau Allah Swt. berikan kemerdekaan ataupun kematian, sama-sama menguntungkan. Hasilnya, tidak ada kekhawatiran bagi mereka. Kemenangan adalah kepastian bagi mereka, baik dengan cara Allah Swt. menangkan atas penjajah Israel ataupun Allah Swt. jemput sebagai syuhada.
Pertanyaannya, jika kematian yang ditakuti banyak orang itu justru dirindukan oleh saudara kita, mungkinkah mereka kalah?