Kemenangan Besar – Meski diperlakukan kejam oleh penjajah Israel, masyarakat Palestina masih bisa menunjukkan kasih sayangnya, bukan saja pada sesama, melainkan juga pada binatang. Kita semua tahu bagaimana kondisi yang saat ini mereka alami; tanpa harta, tanpa tempat tinggal, bahkan tanpa porsi makan yang layak. Namun, mereka masih bisa tetap menyayangi binatang yang ada di sekitar mereka.
Sebagaimana kita ketahui, saudara kita – warga Palestina menghadapi kekejaman di luar batas fitrah kemanusiaan. Tak ada atap tuk berlindung, tak ada masjid untuk mereka beribadah berjama’ah, bahkan nyawa mereka terancam karena bisa terkena akibat ledakan bom atau peluru sniper kapan saja. Sedangkan bagi mereka yang masih bertahan hidup, bisa ditangkap kapan saja, diperlakukan dengan kekejaman yang menghilangkan kesadaran tanpa proses peradilan. Pun, mereka yang tak ditangkap, diperlakukan kejam dengan dihambatnya bantuan makanan, bahkan diracuni.
Hewan pemburu saja, masih bisa mengasihani hewan buruannya. Nah ini, manusia yang memiliki akal, diberikan hati nurani, yakni penjajah Israel, bisa-bisanya melakukan itu semua. Maksudnya, mungkin agar warga Palestina tak tahan lagi, kemudian meninggalkan tanah kelahiran mereka. Namun, nampaknya upaya mereka gagal total. Setelah kesepakatan gencatan senjata berlaku, warga Gaza yang mengungsi ke bagian selatan, dengan suka cita, berjalan lebih dari 7 km menuju rumahnya di Gaza bagian utara.
Di antara mereka, ada yang membawa barang-barang rumah tangga. Salah seorang anak usia sekitar 14 tahun terlihat membawa tabung gas LPG. Yang menarik, banyak di antara mereka yang turut serta membawa hewan peliharaanya; ada burung, ada anjing, ada kucing, bahkan anak domba. Kalau seseorang bisa berbuat baik atau berbagi ketika punya harta berlebih, jelas itu kewajibannya karena di sebagian hartanya bisa jadi ada hak saudaranya. Dengan berbagi, dia bisa terhindar dari sifat kikir. Pun saat menahan diri kala kekurangan pun wajar.

Mari kita refleksi sejenak. Bayangkan seekor kucing datang pada Anda di rumah. Qadarullah, hari itu Anda masak ikan sebagai lauk. Pertanyaannya, apakah Anda akan memberikan salah satu ikan utuh atau akan memberikan tak lebih dari tulang ikannya saja? Kalau Anda dalam kondisi bosan makan ikan atau tidak suka dengan ikan, atau jumlahnya berlebih tentu mudah bagi Anda memberikan seutuhnya. Namun, ketika jumlah ikannya pas-pas-an, ada kemungkinan Anda akan menahannya. Apakah salah? Tentu tidak, apalagi dengan alasan mendahulukan anggota keluarga.
Sedang saudara kita, mereka serba kekurangan secara materi, nyawa pun terancam, namun masih bisa berbagi dengan orang lain. Bagaimana bisa, orang yang diperlakukan lebih kejam daripada binatang, tetap berkasih sayang pada binatang sekalipun?
Membicarakan berbuat baik pada hewan, di sana mengandung keistimewaan yang luar biasa. Tidak seperti manusia, hewan tidak bisa membalas kebaikan sesuai kebaikan yang kita berikan, kecuali hewan ternak tentunya. Hewan juga tidak bisa mengucapkan terima kasih layaknya manusia. Pun saat mereka kita tolak, bahkan diperlakukan buruk mereka takkan membalas. Hanya, mereka tidak akan mencela saat pemberian kita tidak sesuai dengan seleranya.
Keutamaan Berbuat Baik pada Hewan
Berbuat baik pada hewan merupakan salah satu amalan “muta’addi”, yakni amalan yang manfaatnya kita berikan pada orang lain. Dari Sahl bin ‘Amr (ada juga yang memanggilnya: Sahl bin Ar Rabi’ bin ‘Amr Al Anshari yang dikenal dengan Ibnu Al-Hanzhaliyah dan dia termasuk orang yang ikut Baitur Ridhwan), ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melewati seekor unta yang punggungnya menempel dengan perutnya (artinya: kelihatan begitu kurus karena tidak terurus). Beliau bersabda,
اتَّقُوا اللَّهَ فِى هَذِهِ الْبَهَائِمِ الْمُعْجَمَةِ فَارْكَبُوهَا صَالِحَةً وَكُلُوهَا صَالِحَةً
“Bertakwalah kalian kepada Allah pada binatang-binatang ternak yang tak bisa berbicara ini. Tunggangilah ia dengan baik-baik, makanlah pula dengan cara yang baik.” (HR. Abu Daud no. 2548. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan. Imam Nawawi mengatakan dalam Riyadhus Sholihin bahwa hadits ini shahih).
Dalam hal ini, kami yakin siapapun akan dengan mudah melakukannya. Berbuat baik pada hewan tunggangan tentu wajar. Bagaimanapun, semakin fit kondisi mereka, maka akan semakin memudahkan mobilitas penunggangnya. Bagaimana dengan berbuat baik pada burung, kucing, dan anjing? Mereka tak memberi keuntungan materi. Bahkan, dapat dikatakan “hanya menghabiskan anggaran.” Namun, Islam mengajari kita agar tidak menyiksa binatang, bahkan menganjurkan untuk berbuat baik pada mereka. Tentu kita tidak asing dengan kisah seorang perempuan yang masuk neraka karena menyiksa kucing. Rasulullah Saw. bersabda,
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ ـ رضى الله عنهما ـ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ “ عُذِّبَتِ امْرَأَةٌ فِي هِرَّةٍ سَجَنَتْهَا حَتَّى مَاتَتْ، فَدَخَلَتْ فِيهَا النَّارَ، لاَ هِيَ أَطْعَمَتْهَا وَلاَ سَقَتْهَا إِذْ حَبَسَتْهَا، وَلاَ هِيَ تَرَكَتْهَا تَأْكُلُ مِنْ خَشَاشِ الأَرْضِ
“Dari Abdullah bin Umar ra. Bahwasanya Rasulullah Saw. bersabda : « seorang perempuan diazab karena menyiksa seekor kucing yang diikat sampai mati. Allah pun memasukkannya ke neraka. Perempuan itu tidak memberikan makan atau minum ketika mengurungnya. Tidak juga membiarkannya mencari makan dari serangga-serangga di bumi.” (HR. Muttafaqun ‘Alaihi).

Sebaliknya, ada seorang pezina yang dosanya Allah Swt. ampuni berkat memberi minum seekor anjing.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ غُفِرَ لِامْرَأَةٍ مُومِسَةٍ مَرَّتْ بِكَلْبٍ عَلَى رَأْسِ رَكِيٍّ يَلْهَثُ قَالَ كَادَ يَقْتُلُهُ الْعَطَشُ فَنَزَعَتْ خُفَّهَا فَأَوْثَقَتْهُ بِخِمَارِهَا فَنَزَعَتْ لَهُ مِنْ الْمَاءِ فَغُفِرَ لَهَا بِذَلِكَ
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu dari Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam , beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seorang wanita pezina telah mendapatkan ampunan. Dia melewati seekor anjing yang menjulurkan lidahnya dipinggir sumur. Anjing ini hampir saja mati kehausan, (melihat ini) si wanita pelacur itu melepas sepatunya lalu mengikatnya dengan penutup kepalanya lalu dia mengambilkan air untuk anjing tersebut. Dengan sebab perbuatannya itu dia mendapatkan ampunan dari Allâh Azza wa Jalla. (Muttafaqun ‘alaih)
Dari dua hal tersebut, kita dapat melihat bagaimana seekor binatang dapat menjadi sebab seseorang mendapatkan siksa maupun nikmat dari sisi Allah Swt. Maka, di sini kita dapat memahami, bahwa yang menggerakkan saudara-saudara kita di Palestina tetap berbuat baik pada binatang meski kesulitan pada dasarnya adalah iman pada Allah Swt. Namun, jika binatang itu sampai tetap dipertahankan dalam kondisi mereka kesulitan, bisa jadi levelnya bukan sekadar iman pada Allah Swt. melainkan sudah pada tahap cinta pada-Nya sehingga mereka mencintai makhluk-makhluk-Nya.
Lagi-lagi kita belajar dari para penghuni Syam, dalam hal ini penduduk Palestina, wabil khusus Gaza, bahwa keimanan mereka pada Allah Swt. dapat memunculkan tingkat sikap moral yang begitu tinggi. Semakin kuat iman, semakin nampak dalam perilaku mereka. Dengan iman itu pula harapan mereka soal masa depan senantiasa menyala meski para penjajah berupaya memadamkannya. Para penjajah boleh memiliki senjata dan kekayaan, orang Palestina memiliki harapan tanpa secelah-pun keputusasaan. Bagaimana tidak, mati yang paling ditakuti penjajah, justu menjadi harapan orang Palestina.