Karat Penghancur Israel Itu Bernama “Penyakit Jiwa”

Damai Aqsha – Berkat Iron Dome-nya, Israel terlindungi dari senjata-senjata canggih jarak jauh, seperti rudal. Melihat ketangguhannya, wajar jika Anda berpikir, “bagaimana mungkin para pejuang Palestina bisa menang? Sedangkan benteng Israel begitu kuatnya?!”. Namun, layaknya besi yang hancur karena karat, yang menghancurkan Israel perlahan-lahan justru terjadi dari dalam. Salah satunya, dimunculkannya rasa takut pada diri prajurit-prajuritnya. 

Berkat perkembangan teknologi militer, bom dengan daya ledak tinggi dapat ditembakkan secara presisi dari jarak belasan ribu kilometer. Tidak perlu mengirimkan pesawat, layaknya di perang dunia kedua, cukup menekan tombol, bom meluncur melintasi perbatasan negara. Kepemilikan senjata tersebut, membuat sebuah negara memiliki “taring”. Dengan memilikinya, mereka memiliki daya tawar atas negara-negara lainnya. Untuk itu, negara-negara besar, saling beradu kepemilikan kuantitas maupun kualitas rudal. 

Untuk saat ini, tercatat, peluru kendali (rudal) dengan jarak tempuh paling jauh adalah milik Rusia, yakni RS-28 Sarmat (SS-X-30 Satan II) dengan jangkauan mencapai 18.000 km. Selanjutnya, ada DF-5A (CSS-4, Mod2) dari China dengan jangkauan mencapai 13.000 km. Sejauh ini, memang tidak ada konflik langsung antara kedua negara tersebut secara langsung. Namun, Rusia memiliki kepentingan politik di Timur Tengah dengan menganeksasi Suriah, kerjasama dengan Iran. Selain itu, Rusia juga berkepentingan dengan penguasaan Ukraina yang dibela oleh Barat, dalam hal ini, Amerika Serikat. Sedangkan China berusaha mengambil alih dominasi Amerika Serikat melalui upaya penetrasi teknologi dan ekonomi.

Yang berikutnya, barulah rudal milik sahabat dekat Israel, Amerika Serikat. Yakni, Minuteman III dengan jangkauan 9.600-13.000 km. Sedangkan, jarak Rusi ke Israel, menurut catatan Google, hanya 5.984 km. Sedangkan jarak dari pusat China hanya 6.316 km. Jarak itu lebih dekat daripada Amerika Serikat ke Israel yang berjarak 11.274 km. Sementara, Israel berada di tengah-tengah, antara Eropa, Asia, dan Afrika. Posisi tersebut, membuat mereka lebih rentan dengan serangan dari musuh. 

Mengantisipasi dari serangan-serangan musuhnya tersebut, Israel membuat “benteng” yang kokoh, bernama Irone Dome. Meski, sebagian keterangan menyebutkan jika sistem Iron Dome dibuat saat ini berfungsi untuk menangkal serangan roket jarak dekat. Kubah Besi tersebut, mengutip bbc.com, dikembangkan pertama kali setelah konflik Israel dengan Hizbullah. Israel diserang oleh ribuan roket yang ditembakkan Hizbullah yang, konon mengakibatkan kerusakan besar dan menewaskan puluhan warga. Kubah Besi tersebut, terdiri dari tiga perangkat utama, yakni sistem radar yang mendeteksi roket serta jalurnya, kemudian ditindaklanjuti dengan sistem yang memperkirakan titik hantam. Ketika data tersebut telah terkumpul, ditembakkanlah misil penangkal roket. Sistem tersebut diletakkan hampir di seluruh wilayah jajahan Israel, dengan masing-masing terdiri dari tiga hingga empat peluncur yang dapat menembakkan 20 rudal pencegah. 

Sistem tersebut, dinilai cukup efektif untuk mencegah serangan roket dari para pejuang kemerdekaan Palestina. Namun, dengan intensitas serangan roket tambahan dari Libanon, Iran, terbuka juga celah sehingga mengakibatkan kerusakan di beberapa lokasi di wilayah jajahan Israel. Karenanya, Israel juga mengokohkan benteng pertahannya dengan David’s Sling dan Arrow yang mampu menjatuhkan rudal balistik. Bahkan kini, Israel diperkuat dengan Thaad (Terminal High Altitude Defense) yang merupakan sistem benteng pertahanan milik Amerika Serikat dengan nilai US$ 530 juta yang akan diterapkan pada sistem pertahanan negara penjajah Israel bernama Iron Beam. 

Dalam situs resmi Rafael Advanced Defense System – badan penelitian dan pengembangan pertahanan nasional Israel, dijelaskan, Iron Beam merupakan Sistem Senjata Laser Energi Tinggi (HELWS) kelas 100kW. Sistem dapat menetralisasi ragam ancaman dari jarak ratusan meter hingga beberapa kilometer. Sistem ini dapat mengisi celah-celah pada kubah pertahanan negara penjajah Israel dengan cara menembakkan semacam laser dengan peluru yang tak terbatas. 

“Karat” Di Tubuh Militer Penjajah Israel

Dengan sistem pertahanan yang begitu canggih, wajar jika kita berpikir, betapa beratnya kekuatan musuh yang harus dilawan oleh para pejuang kemerdekaan Palestina dan rekan koalisinya. Namun, jika kita melihat dari perspektif perjuangan dalam Islam, sekuat apapun musuh, selalu ada celah untuk menghancurkannya. Selama pasukan beragama Islam menjauhi maksiat pada Allah Swt. dan senantiasa menyertakan Allah Swt. dalam setiap hela perjuangannya, akan selalu ada pertolongan dari-Nya. 

Secanggih-canggihnya senjata, tanpa orang yang mengoperasikannya, tanpa ada orang yang secara resmi mengakuisisi satu wilayah, maka kemenangan tidak bisa diklaim oleh pihak yang berperang. Itulah secercah harapan, yang kini mulai diperlihatkan ke hadapan kita. Selain rezim pemerintah negara penjajah Israel yang berkonflik dengan warganya, kini tersiar kabar beberapa tentara penjajah Israel melakukan bunuh diri akibat tekanan mental. 

Ilustrasi masyarakat dan tentara penjajah Israel yang depresi akibat serangan kecil-kecilan dari pejuang kemerdekaan Palestina. Sumber: minanews.net

Sebagaimana dikutip oleh cnnindonesia.com dari TRT Wolrd, menurut investigasi Harian Israel Yedioth Ahronoth, kasus bunuh diri pada tentara Israel dilakukan oleh enam orang. Namun, media tersebut menduga jika jumlah kasus bunuh diri pada militer Israel lebih dari jumlah tersebut karena Negara Penjajah Israel belum merilis angka resmi dan berjanji akan merilisnya pada akhir tahun ini.

Melihat pembantaian yang para tentara penjajah ini lakukan, terjangkit penyakit jiwa merupakan akibat yang pantas. Bagaimana tidak, mereka melakukan kebiadaban yang melampaui batas-batas perilaku manusia normal. Mereka membunuh banyak anggota keluarga di Palestina, menghancurkan pemukiman, menggali kuburan massal, meratakan rumah sakit dan kamar mayat, melindas mayat dengan tank dan bulldozer, juga memperkosa banyak warga Palestina. Bahkan, mereka melakukannya dengan iringan tawa dan disiarkan langsung pada dunia. 

Perilaku-perilaku tersebut mengharuskan mereka membayar mahal untuk memulihkan kesehatan jiwa mereka. Ribuan tentara penjajah Israel dilaporkan mendatangi klinik kesehatan mental militer atau psikologi lapangan. Bahkan, CNN Indonesia, mengutip sekitar sepertiga dari tentara Zionis ini mengidap gangguan stress pasca trauma (PTSD). Jumlah tersebut melebihi jumlah tentara yang mengalami luka fisik akibat perang. 

Fenomena tersebut mengingatkan kita pada perjuangan Rasulullah Saw. saat mengepung benteng Yahudi Qainuqa saat di Madinah pada 624 M lalu. Begitulah orang-orang Yahudi, sifat pengecutnya, mendorong mereka selalu berperang di balik benteng. Sebagaimana pendulu mereka yang enggan berperang melawan penguasa wilayah Palestina dan membiarkan Nabi Musa As. dan Nabi Harun As. berperang sendirian. Selain benteng, sebagaimana bangsa Yahudi yang ada hari ini, juga memiliki persenjataan yang mumpuni. Setelah pengepungan selama dua pekan, Allah Swt. menyusupkan rasa takut pada jiwa orang-orang Yahudi Qainuqa dan akhirnya mereka harus tunduk pada putusan Rasulullah Saw. 

Pun pada hari ini, bangsa Yahudi yang menjajah Palestina memiliki benteng yang kokoh bernama Iron Dome, bahkan mereka memiliki persenjataan yang canggih. Namun, Allah Swt. merupakan pemilik setiap jiwa dan untuk menghinakan musuh-musuh-Nya, Allah Swt. kadang menyerang dari arah yang tak kita duga. Untuk kali ini, Allah Swt. justru menyusupkan “virus” hasil dari perilaku mereka sendiri. Ibarat karat yang menggerogoti besi secara halus, benteng Iron Dome pun takkan mampu membendung rasa takut yang menyusup pada jiwa-jiwa penjajah Israel. Dengan begini, masihkan kita ragu kemenangan besar akan diraih rakyat Palestina?